Saring Sebelum " Sharing "
Ada sebuah ungkapan yang
mengatakan bahwa hoax dibuat oleh orang orang pintar yang jahat dan disebarkan
oleh orang bodoh yang baik.
Hoax menjadi salah satu "mimpi buruk" dalam kemajuan bidang
teknologi informasi dan komunikasi. Setiap orang dapat dengan mudah menyebarkan
atau bahkan memproduksi informasi dengan cepat melalui media sosial seperti
BBM, whatsapp, facebook, twitter tanpa mengenal waktu. Penyebaran berita atau
informasi bohong ini dapat dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja.
Hoax yang diproduksi dengan kesengajaan ditujukan untuk membangun opini
masyarakat agar mempercayai sesuatu dari si pembuat hoax. Sedangkan mereka yang
ikut menyebarkan atau bahkan memviralkan hoax cenderung mengkonsumsi informasi
secara mentah-mentah tanpa proses klarifikasi dari sumber lainnya.
Apakah sebelum adanya media sosial tidak ada hoax? Tentu saja hoax sudah ada
sejak dulu, tetapi distribusi dan dampak yang ditimbulkan tidak sedahsyat saat
ini. Sebelum istilah hoax populer, masyarakat lebih banyak menggunakan kata
"isu" untuk informasi yang masih diragukan kebenarannya dan tidak
jelas sumbernya. Isu biasanya tersebar dari mulu ke mulut atau orang jawa
menyebutnya "getok tular".
Pemerintah atau pihak-pihak yang
merasa dirugikan atas berkembangnya isu di masyarakat masih cukup waktu untuk
melakukan klarifikasi sebelum "isu" tersebut beredar luas di
masyarakat. Akan tetapi sekarang orang tinggal sekali klik dalam hitungan detik
informasi tersebut dapat diketahui jutaan orang. Pihak-pihak yang dirugikan
atas berita bohong belum tentu memiliki waktu yang cukup atau sumber daya yang
memadai untuk meluruskan berita-berita bohong tersebut.
Pada dasarnya tidaklah sulit untuk mengenali atau mengetahui sebuah
informasi itu hoax atau bukan. Ada beberapa cara sederhana yang dapat dilakukan
sebelum kita ikut "terlibat berdosa" karena menyebarkan berita
bohong.
Pertama, berhati-hati
dengan judul atau pengantar berita atau informasi yang bombastis dan
provokatif. Pembuat berita (palsu) umumnya menggunakan judul atau pengantar
berita yang menarik secara emosional calon pembacanya. Sebagian orang mungkin
sibuk sehingga tidak cukup waktu untuk menyelesaikan semua isi berita di sebuah
media atau broadcast BBM, SMS, WA dsb. Beberapa judul yang bombastis dan
provokatif seperti "Pembantaian etnis...Menteri menghajar...Negara
gagal...Guru membantai. Judul berita tersebut dengan sengaja dibuat sedemikian
rupa agar menarik meskipun isi konten didalamnya terkadang tidak segarang
judulnya. Dalam beberapa detik kemudian masyarakat membuat status di FB atau
menyebarkan di group Whatsapp berita yang sepotong-sepotong.
Kedua, periksa sumber
berita. Perkembangan media online saat ini hampir tidak dapat dikendalikan
lagi. Tidak sedikit dari situs-situs tersebut sengaja dibuat untuk menyebarkan
hoax. Mereka bahkan terorganisir dengan cukup baik. Salah satu contohnya
Saracen yang saat ini sedang diproses oleh Tim Penyidik Direktorat Tindak
Pidana Siber Bareskrim Polri. Saracen diduga sebagai kelompok penyebar ujaran
kebencian berbau SARA di media sosial.
Kelompok ini dengan sengaja menyebarkan informasi-informasi hoax dan
provokatif. Biasanya berita-berita menyesatkan bersumber dari blog anonim yang
tidak jelas alamat dan pemilik atau penanggungjawabnya. Terkadang mereka
membuat berita disertai gambar-gambar agar terlihat cukup meyakinkan. Namun
sebenarnya gambar yang ditampilkan tidak ada hubungannya dengan kejadian yang diberitakan.
Ketiga,periksa tanggal
publikasi. Sekali lagi jangan pernah terburu-buru untuk membagikan sebuah
berita atau informasi. Salah satu celah yang dimanfaatkan pembuat hoax adalah
mencoba mandaur ulang berita lama seolah-olah menjadi informasi yang up to
date. Berita yang memuat kejadian yang sudah lama (kadaluwarsa) tentu saja
memiliki nilai informasi yang rendah.
Keempat,
periksa keaslian gambar di internet. Hoax tidak selalu berisi narasi berita
yang panjang, tetapi beberapa hoax hanya berupa gambar dengan sedikit
keterangan.
Untuk mengecek apakah suatu informasi yang dicantumkan pada foto atau
gambar otentik atau tidak dapat dilakukan dengan menggunakan google images. Google
images memiliki perpustakaan gambar yang komprehensif sehingga kita
dapat mengetahui apakah suatu gambar/foto adalah benar atau hanya hoax semata.
Layaknya sebuah penyakit kanker.
Jika hoax tidak diidentifikasi sejak dini, atau dihentikan penyebarannya maka
akan menggerogoti seluruh sendi-sendi bangsa ini. Tidak hanya menyesatkan
masyarakat, tetapi hoax juga dapat mengancam terjadinya perpecahan, peperangan
dan konflik vertikal maupun horisontal.
Perkembangan medsos serta kemajuan teknologi digital harus diimbangi
dengan literasi digital untuk membangun karakter bangsa. Informasi menyesatkan
banyak beredar melalui aneka jalur digial, termasuk situs online dan pesan
chatting. Kalau tidak hati-hati, netizenpun bisa
terjangkit virus tipuan hoax, atau
bahkan ikut menyebarkan informasi palsu yang boleh jadi sangat merugikan bagi
pihak korban fitnah.
Siswa yang memahami literasi digital akan lebih berhati-hati untuk
menyebarkan berita-berita hoax yang dapat menghancurkan persatuan dan kesatuan
negara Indonesia. Karena upaya untuk menghentikan penyebaran hoax sebenarnya
ada ditangan kita (pengguna medsos), jika diunggapkan dalam peri bahasa
"Jarimu adalah harimaumu". Segalam yang dilakukan oleh jari
tangan kita apabila tidak dipikirkan dahulu dapat merugikan diri sendiri bahkan
orang lain.(Kutip Kompasiana)
Post a Comment